Hari Perempuan Internasional, Indonesia Juga Punya Tokoh-Tokoh Pejuang Feminis
14.04.00
Hari Perempuan Internasional jatuh tepat pada hari ini,
Selasa 8 Maret 2016. Hari di mana para perempuan di seluruh dunia, memperingati
keberhasilan dalam berbagai bidang, termasuk ekonomi, politik dan tentunya
sosial. Namun, mungkin belum banyak orang yang mengetahui jika Hari Perempuan
Internasional ini lahir dari sebuah tragedi kekerasan. Gagasan tersebut lahir
di Kota New York, Amerika Serikat pada 8 Maret 1857, kaum perempuan dari pabrik
pakaian dan tekstil di New York City, Amerika Serikat, mengadakan protes atas
kondisi kerja yang buruk, mulai dari diskriminasi hingga tingkat gaji yang tak
setara dengan buruh laki-laki. Alih-alih mendapat perbaikan nasib, para buruh
garmen perempuan tersebut justru malah mendapat tindakan represif dari
kepolisian setempat.
Dan peringatan Hari perempuan sempat 'hilang' pada masa
1910-20an. Peringatan ini baru kembali dihidupkan, berbarengan dengan
bangkitnya feminisme pada era 60an. Di tahun 1974, PBB menyokong Hari Perempuan
Internasional yang ditetapkan pada 8 Maret.
Nah, bagaimana dengan Indonesia sendiri? Nyatanya kita
memiliki beberapa potret perempuan yang juga ikut berjuang demi mempertahankan
harkat dan martabat kaumnya lho. Siapa sajakah? Yuk simak dibawah ini!
Gadis Arivia
Dr. Gadis Arivia lahir di New Delhi, 04 September 1964. Ia
merupakan seorang aktivis gerakan perempuan, Doktor filsafat Universitas
Indonesia. Keren yaaa? Mengawali pendidikannya pada 1974 di British Embassy
School, Hungaria kemudian mendapatkan gelar S3 dari Universitas Indonesia,
Jurusan Ilmu Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya pada 2002. Ia juga
merupakan pendiri dari Yayasan Jurnal Perempuan, yang merupakan jurnal pertama
di Indonesia yang fokus pada feminisme dan berbagai persoalan perempuan.
Gadis Arivia mulai dikenal sejak peristiwa penangkapannya
saat berdemonstrasi bersama puluhan ibu lainnya yang tergabung dalam Suara Ibu
Peduli, menyuarakan isu kelangkaan susu bayi di bundaran Hotel Indonesia
Jakarta, Februari 1998. Saat itu Gadis bersama dua ibu lainnya Wilasih Noviana
dan Karlina Leksono ditangkap polisi.
Selain menulis dan mengajar, dirinya juga pernah terlibat
dalam pembuatan film dokumenter yang berjudul ‘Perempuan di Wilayah Konflik’
pada 2002.
Gadis mengabdikan diri sebagai Direktur Yayasan Jurnal
Perempuan (YJP). Gadis juga sering menulis wacana-wacana feminisme di berbagai
media, jurnal, dan buletin di dalam dan luar negeri.
Aquarini Priyatna
Prabasmoro
Jika ada yang menganggap bahwa feminisme adalah gerakan yang
ingin mendongkel dan melebihi kedudukan laki-laki, Aquarini adalah orang yang
paling depan menentangnya. Bagi dirinya, feminisme merupakan gerakan yang
mengkritisi adanya ketimpangan dalam struktur sosial masyarakat. Mengambil
studi Kajian Perempuan di Universitas Indonesia, dan sempat belajar Feminis
Cultural Theory and Practise di Lancaster Uiversity, Inggris, dan program
doktoral Feminist Cultural Studies di Monash University, Australia, membuat
dirinya makin cemerlang sebagai perempuan yang terus mengkritisi persoalan
kaumnya dari kacamata kebudayaan. Aquarini menegaskan bahwa dirinya tidak
setuju jika feminisme dianggap sebagai aksi kaum perempuan yang berjuang ingin
melebihi laki-laki. Namun, feminisme lebih pada menyeimbangkan perlakuan yang
sama antara laki-laki dan perempuan, juga perlakuan yang berbeda jika ada
kemungkinan-kemungkinan lain yang dialami oleh perempuan itu sendiri.
Ratna Sarumpaet
Ratna Sarumpaet lahir di Tarutung, Tapanuli Utara pada 16
Juli 1949. Ratna Sarumpaet dibesarkan di keluarga Batak Kristen yang aktif dalam
politik. Ia merupakan seniman Indonesia yang banyak mengeluti dunia panggung
teater, selain sebagai aktivis organisasi sosial dengan mendirikan Ratna
Sarumpaet Crisis Centre. Aktivis perempuan pro-demokrasi ini selalu vokal
terhadap permasalahan yang menimpa kaumnya.
Ratna terkenal dengan pementasan monolog “Marsinah: Nyanyian
dari Bawah tanah”. Karya pertamanya yang lahir dan terjun langsung mencari
duduk perkara yang jelas tentang kasus pembunuhan Marsinah, seorang buruh yang
ditembak kemaluannya hanya karena menuntut kenaikan upah Rp 500 saja. Selain
itu Ia juga membela penderitaan rakyat Aceh yang terjebak dalam perang antara
TNI dan GAM. Hal ini menyebabkan timbulnya masalah antara dia dengan
administrasi Orde Baru kala itu.
Ayu Utami
Justina Ayu Utami atau lebih dikenal dengan Ayu Utami
merupakan gadis kelahiran Bogor, 21 November 1968. Ia adalah aktivis jurnalis
dan sastrawan berkebangsaan Indonesia. Ia besar di Jakarta dan menamatkan
kuliah di Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Ia pernah menjadi wartawan di
majalah Humor, Matra, Forum Keadilan, dan D&R dan juga ikut mendirikan Aliansi
Jurnalis Independen yang memprotes pembredelan.
Pasca kemenangan novelnya ‘saman’ dalam sayembara novel
Dewan Kesenian Jakarta 1998, nama Ayu Utami sebagai salah satu sastrawan muda
perempuan makin mencuat. Berbagai karya fiksinya yang membicarakan persoalan
perempuan menjadi tren dan menginspirasi penulis lainnya untuk tidak lagi tabu
memandang persoalan perempuan. Novelnya dianggap memberikan warna baru dalam
sastra Indonesia. Berkat Saman pula, Ayu
mendapat Prince Claus Award 2000 dari Prince Claus Fund, sebuah yayasan yang
bermarkas di Den Haag, Belanda yang mempunyai misi mendukung dan memajukan
kegiatan di bidang budaya dan pembangunan.
Ayu Utami adalah pejuang feminisme yang bersenjatakan
kata-kata.
Toeti Heraty
Lahir di Bandung, 27 November 1933. Toeti Heraty merupakan
Sarjana Muda Kedokteran Universitas Indonesia (1955), Sarjana Psikologi
Universitas Indonesia (1962), dan pada tahun 1974 menjadi Sarjana Filsafat dari
Rijk Universiteit, Leiden, Belanda. Pada tahun 1979, dia lulus sebagai Doktor
Filsafat dari Universitas Indonesia. Ia dianggap sebagai salah satu pemikir
feminis generasi pertama di Indonesia. Dirinya banyak menulis pemikiran tentang
perempuan, termasuk dalam berbagai karya fiksinya. Toety Heraty pernah menjabat
sebagai Ketua Yayasan Mitra Budaya Indonesia, dan pada 1998, dirinya mendirikan
Jurnal Perempuan. Puisinya yang terbaru, "Calon Arang: the Story of A
Woman Victimized by Patriarchy", adalah lirik setebal buku, yang
memberikan pandangan kritis atas persepsi dari figur tipikal Indonesia, Calon
Arang. Puisi itu menghadirkan gambaran tiga dimensi dari seorang wanita yang
mencoba bertahan terhadap lingkungan patrikhal yang represif, namun malangya ia
malah dianggap sebagai penyihir legendaris. Sepanjang hidupnya Toety Heraty
mengabdikan dirinya pada Suara Ibu Peduli, yaitu organisasi non-pemerintah yang
memperjuangkan pemberdayaan perempuan.
Ari Sunarijati
Perempuan pemberdaya buruh perempuan ini lahir di Madiun, 1
Juni 1952. Merupakan salah satu dari sedikit perempuan yang peduli dan berjuang
terhadap kaum perempuan di Indonesia. Bahkan, karena kepeduliannya terhadap
buruh, ia sampai rela meninggalkan kemapanannya.
Ia berkecimpung dalam dunia perburuhan sejak tahun 1978. Berawal
dari rasa risih melihat keadaan buruh perempuan pada masa orde baru yang
diperlakukan kurang adil; dianggap sebagai manusia kelas dua yang hanya mampu
mengerjakan pekerjaan domestik dan tidak biasa berperan di ranah publik.
Selamat Hari Perempuan Internasional 2016.
Yuk upgrade look kamu dengan fashion item dari GatsuOneがつおね . Cek koleksinya di www.gatsuone.com
Jangan lupa juga untuk follow instagram @gatsuone untuk info promo & Product terbaru:)
www.gatsuone.com |
Orang bijak tentu selalu meninggalkan jejak, yuk comment:) Dan jika kamu beruntung kamu bisa dapet voucher belanja lho.
0 komentar